Header Ads

Ada Samin dibalik Semen



Film samin vs semen yang mengangkat cerita tentang pembangunan PT Semen Indonesia yang akan di dirikan di rembang, salah satu daerah Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah di  Jawa Tengah. Masyarakat Rembang ataupun masyarakat Samin menolak pendirian pabrik semen tersebut. Masyarakat Samin merupakan salah satu suku yang ada di wilayah Indonesia. Masyarakat samin merupakan keturunan dari pada pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan sedulur sikep. Mereka menolak berdirinya pabrik semen  PT. Semen Indonesia Tbk. Kemunculan pabrik semen ini membuat polemik bagi masyarakat Samin di Rembang. Bagaimana tidak, masyarakat Samin menganggap pabrik semen itu memdi momok yang menakutkan terhadap alam. Apabila tetap dijalankan maka akan menimbulkan kerusakan pada alam. Masyarakat Samin pada dasarnya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan disekelilingnya dan selalu menjaga kearifan lokal di daerah yang di domisili. Bagi masyarakat Samin, alam sudah menjadi sumber kehidupannya yang akan tetap diwarisi hingga anak cucunya.

Pada peristiwa ini terlihat peran ibu ibu yang lebih menonjol dalam melakukan aksinya. Bagaimana ibu-ibu disana mengeluarkan amarahnya, berjuang mempertahankan agar daerahnya tetap hijau, perekonomian mereka tidak berubah tetap mempertahankan nilai-nilai leluhurnya, yaitu bertani. Berbagai cara dilakukan oleh orang-orang Samin agar pabrik tidak dibangun di daerahnya, mulai dari memblokade jalan, demo, baca yasin dengan mendirikan tenda di tapak pabrik, hingga diutus perwakilan ke Jerman dengan niat menemui kepala induk dari PT Semen.

Pada 16 Juni 2014, PT. Semen Indonesia berhasil masuk dan memulai untuk melakukan peletakan batu pertama. Akan tetapi, gejolak amarah muncul sebagian masyarakat tersebut melakukan pemblokiran jalan menuju ke lokasi akan dibangun pabrik. Sehingga menimbulkan kericuhan masyarakat yang sebagian besarnya adalah ibu-ibu dengan aparat kepolisian.

Masyarakat samin menolak pabrik tersebut dinilai nantinya akan mengancam pertanian dan sumber mata air didaerah tersebut. Oleh karena itu warga Samin menyuarakan perjuangannya untuk menolak keberadaan di pegunungan Kendeng. Sejak saat itu warga mendirikan tenda ditapak pabrik tersebut.

Dalam ajaran Samin, bumi serta kekayaan alam lainnya patut dihormati, di rawat dan dijaga. Dan mereka hanya diperbolehkan untuk mencari penghasilan dengan cara bertani. Karena pada dasarnya para leluhur samin tidak membenarkan keturunannya itu memperoleh penghasilan kecuali dari memanfaatkan sumber daya alam yang ada.

05 Oktober 2016, masyarakat Rembang patut berbangga hati karena Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 99 PK/TUN/2016, telah menyatakan kemenangan para Penggugat/Pembanding/Pemohon PK yaitu Joko Prianto,Dkk dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), yang salah satu putusannya: membatalkan objek sengketa berupa Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.

Tapi keputusan tersebut tidak bertahan lama, Gubernur Jawa Tengah menerbitkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan kegiatan penambangan bahan baku semen dan pembangunan serta pengoperasian pabrik semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.

Keputusan tersebut sudah pasti menuai kontroversi. Dan menjadi hal yang tak bisa diterima, pasalnya Gubernur sudah mencabut proses izin keberadaan tambang semen tersebut. Tapi, itu semua berubah ketika keputusan kembali mengizinkan tambang tersebut. Meskipun demikian, masyarakat Rembang tetap menolak keras keberadaan tambang semen tersebut. Pada dasarnya, masyarakat Rembang takut akan terjadinya ketidakstabilan terhadap alam, dimana itu semua akan mematikan mata pencaharian dan sumber air.

Menurut Penulis, seharusnya masyarakat tidak perlu khawatir dengan pembangunan pabrik semen karena pendirian pabrik semen tersebut tidak akan merusak alam maupun lingkungan yang mereka takutkan selama ini, karena dalam pembangunan ini pihak pabrik sendiri telah mendapatkan izin tentang lingkungan dan tercantum dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang perlidungan dan pengelolaan lingkungan hidup disebutkan bahwa masyarakat  memiliki hak dan kesempatan berperan aktif dalam perlidungan dan pengololaan lingkungan hidup, yang artinya masyarakat berhak menolak segala macam tindakan asing yang dapat membahayakan keberlangsungan lingkungan hidup mereka.


Oleh: Adam Pramayuda
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam
UIN Ar-Raniry

1 comment:

Powered by Blogger.